NPM : 19514104
Contoh Kasus 1 : Masalah Organisasi
Didalam suatu perusahaan atau organisasi, pasti ada saja
masalah yang terjadi didalamnya. Tidak semua berjalan dengan mulus seperti yang
diinginkan atasan maupun bawahan. Banyak sekali perbedaan pendapat dan opini
dari masing-masing individu mengenai proses berjalannya kondisi dari pekerjaan
tersebut, seperti masalah SDM dalam perusahaan pada PT. Ruyung Karya Mandiri.
Pak Aswani yang berkerja sebagai HR dalam perusahaan tersebut menyampaikan
bahwa banyak masalah yang ia hadapi terkait dengan hubungan dengan kepegawaian
diantaranya banyak karyawan yang pindah kerja dan Pak Asmawi terkadang merasa
sangat kewalahan dengan mempekerjakan karyawan baru. Karyawan baru tersebut
harus mulai memperlajari segala sesuatu dari awal dan menurut beliau ini bisa
menjadi masalah besar ketika perusahaan ini sedang mendapatkan permintaan pengiriman
tenaga kerja. Selanjutnya, permasalahan yang umum terjadi adalah upah atau gaji
yang sering kali dinilai terlalu rendah. Dan yang terakhir ialah konflik yang
sering terjadi antara expatriat atau staff asing yang ditempatkan oleh
perusahaan yang menjalin kerjasama dengan PT. Ruyung Karya Mandiri dengan
kayawan setempat. Beberapa karyawan mengaku bahwa terkadang bahwa perbedaan
budaya yang seringkali mengakibatkan munculnya kesalahpahaman. Beberapa tahun
lalu, PT. Ruyung Karya Mandiri menjalin kerjasama dengan salah satu hotel di
Dubai dalam mencari waitres serta room cleaning service untuk
hotel tersebut. Sekitar 3 orang delegasi dari Dubai pun ditugaskan ke Jakarta
untuk menyeleksi calon kandidat, karena perbedaan budaya dimana orang Dubai
berbicara memang dengan nada keras dan lantang beberapa karyawan merasa bahwa
mereka diperlakukan tidak baik. Padahal orang Dubai tidak bermaksud demikian,
hal tersebut karena kebiasaan menggunakan intonasi yang tinggi.
Analisis
Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa persalahan pak Aswani
terletak pada kurangnya keharmonisan antara sesama pegawai, serta rendahnya
gaji yang menyebabkan banyak pegawai mudah untukberpindah ke perusahaan lain.
permasalahn yang mungkin menjadi akar dari timbulnya masalah dalam PT. Ruyung
Karya Mandiri adalah kurang berhasilnya dalam tahapan rekrukmen dan seleksi
pegawai. perusahaan perlu melakukan pemetaan SDM, agar memperoleh data yang
akurat mengenai kemampuan dan kompetensi tiap karyawan. sehingga penggolongan
tingkat karyawan dapat dilakukan dengan baik dan benar, selain itu proses
seleksi yang baik dapat menentukan keahlian, ketrampilan serta kemampuan
pegawai dengan baik sehingga dapat ditempatkan sesuai tingkatan yang benar.
kurangnya harmonisasi antara pegawai mungkin di sebebakan oleh kurangnya
komunikasi, oleh karena itu menjaga keharmonisan dengan komunikasi antar
pegawai sangat diperlukan, misalnya saling bertegur sapa untuk menghilangkan
pikiran negatif anatar masing-masing pegawai. satu hal yang juga penting yakni
penyesuaian gaji, jika gaji yang sangat kecil bagi pegawai tidak menutup
kemungkinan pegawai untuk mencari perusahaan lain yang dapat menawarkan gaji
yang lebih besar.
Contoh Kasus 2 : Masalah Pekerjaan dan
Profesional
Bank Century
di Indonesia. Bank yang berdiri pada 6 desember 2004 tersebut, pada akhirnya
harus kolaps dan meninggalkan berbagai masalah yang sampai sekarang
masih belum tuntas, bahkan masalah tersebut seakan-seakan berangsur menghilang.
Tahun 1989 Bank ini dibuat oleh Robert Tantular dengan nama Bank Century
Intervest Corporation (Bank CIC). Dari awal kemunculannya saja, bank ini
sudah menimbulkan keraguan karena proses perencanaannya yang tidak optimal.
Terbukti pada bulan Maret tahun 1999, Bank CIC melakukan penawaran umum
terbatas atau biasa disebut rights issue pertama pada Maret 1999 kepada
Bank Indonesia. Di bawah naungan Robert Tantular, Bank ini dinyatakan tidak
lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia. Lalu pada tahun 2002,
auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC minus 83,06% sehingga
menyebabkan Bank tersebut kekurangan modal sebesar Rp. 2,67 Triliun. Bulan
Maret 2003 Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas yang ke-3, namun
lagi-lagi gagal. Alasannya, karena pada tahun yang sama Bank CIC diketahui
memiliki masalah yang terindikasikan dengan surat-surat berharga valuta asing
sekitar Rp. 2 Triliun. Atas saran dari Bank Indonesia, akhirnya pada 22 Oktober
2004 Berdiri Bank Century dari merger Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC
dengan pengesahannya tanggal 6 Desember di tahun yang sama. Melalui bukti ini,
cukup kiranya menjadikan Bank Century sebagai contoh dalam proses perencanaan
yang kurang baik. Terlihat dari masalah minus modal sehingga menyebabkan Bank
ini ditolak right issue_nya, seharusnya kalau memang perecanaannya itu
baik, mestinya dari awal sudah tahu kalau modal yang ada masih belum cukup
untuk membangun sebuah Bank. Ditambah kasus yang tidak kunjung selesai dan
masih menimbulkan tanda tanya besar seputar pengeluaran dana talangan Rp 6,762
trilyun untuk membantu Bank Century dalam mengganti uang nasabahnya yang tidak
bisa dikembalikan. Terkait masalah ini, penyebab utamanya adalah
ketidaksinambungan proses pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas.
Analisis
pelaksanaan
pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas tersebut dilakukan secara
sistematis. Artinya dilakukan secara teratur. Tujuan utama dari penerapan
manajemen risiko likuiditas ini adalah memastikan tercukupinya dana harian baik
dalam keadaaan normal maupun dalam keadaan krisis. Jika perencanaan manajemen
risiko likuiditas yang dilakukan Bank Century (Bank CIC kala itu) baik,
seyogyanya tidak akan ditemukan minus modal pada bank tersebut. Namun kenyataan
yang terjadi di lapangan, auditor Bank Indonesia justru menemukan minus
tersebut. Hal ini tentu saja patut dipertanyakan keabsahannya, serta patut
dikonfirmasi kebenaran pengecekan tersebut, apa benar terdapat minus modal
jikalau perencanaan yang dilakukan Bank Century kala itu sudah baik. Tetapi,
tentunya pihak Bank Indonesia tidak akan semudah itu memutuskan kalau tidak ada
bukti-bukti yang relevan terkait Bank tersebut. Sasaran daripada manajemen
risiko likuiditas itu sendiri adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau,
serta mengendalikan jalannya aktivitas kegiatan Bank. Masih dalam masalah minus modal tadi, dibuat
pengandaian saja bahwa pihak Bank Century telah melakukan kegiatan manajemen
risiko likuiditas. Pertanyaannya, kenapa masih terdapat minus modal kalau
memang sudah melakukan hal tersebut? Seburuk-buruknya penerapan manajemen
risiko likuiditas, apabila dilakukan dengan benar maka dampak negatif (apabila
ada) yang akan ditimbulkan tidak akan terlalu besar. Jawaban yang relevan dari
pertanyaan tersebut adalah karena proses pengelolaan dan pengendalian risiko
likuiditas tidak dilakukan secara sistematis dan not built control oleh
setiap unit kerja. Artinya, tidak ada koordinasi yang baik antara pihak atasan
dengan bawahan terkait dengan pengelolaan dan pengendalian risiko likuiditas
yang telah diterapkan. Mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi mengapa
Bank Century kala itu mengalami minus modal. Bisa saja karena sebagian besar
uangnya telah dicuri, atau faktor-faktor lain di luar perkiran manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar